Oleh : Jazilatur Rohmah
Istilah remaja adalah istilah yang tidak
lagi asing di telinga kita. Status sebagai seorang remaja adalah fase mutlak
dalam periode perkembangan individu. Lalu, pertanyaannya adalah siapakah remaja
itu? Bagaimana masa remaja itu? Apa saja tugas remaja itu?
Remaja adalah masa dimana individu
mengalami masa transisi dari anak-anak menjadi sosok yang dewasa. Masa ini
sering disebutkan sebagai masa sensitif dalam perkembangan kepribadian maupun
kognitif individu. Kita disebut sebagai seorang remaja ketika memasuki usia 12
tahun hingga mencapai usia 22 tahun. Dalam rentang usia inilah banyak perubahan
yang kita jumpai dalam diri kita, baik secara fisik, kognitif maupun psikososial
kita.
Ditinjau dari sisi usia, siapa sajakah
penyandang status remaja itu? Jawabannya kita ketahui bersama yaitu pelajar dan
mahasiswa sebagai salah satunya. Namun, sebagian besar orang salah persepsi
menganggap statusnya sebagai mahasiswa adalah identitas kedewasaannya. Padahal
ia masih dalam tahap remaja akhir yang melangkah menuju ke tahap dewasa itu.
Fase remaja menjadi sangat sensitif
karena pada masa itu seseorang tidak lagi mau dianggap ataupun diperlakukan
seperti anak-anak, namun ia belum juga memenuhi syarat disebut sebagai seorang
yang dewasa. Dalam masa ini muncullah naluri pencarian identitas dirinya.
Karenanya muncullah idiologi-idiologi yang mulai dipertahankan dalam prinsip
hidupnya.
Krisis identitas adalah bagian dari
tugas yang harus diselesaikan oleh remaja dalam perkembangan kepribadiaanya.
Karena setelah melewati fase ini ia akan menemukan sebuah komitmen yang akan
mengantarnya menjadi dewasa. Namun,tidak semua remaja pernah mengalami krisis
ini dalam perkembangannya dan tetap mampu menemukan komitmen atas
pilihan-pilihan hidupnya. Dan tak jarang pula individu yang keluar dari masa
krisisnya namun tak menemukan sebuah komtmen untuk hidupnya sehingga ia selalu
berfigur pada dirinya sendiri saja.
Beralih dari pembahasan tentang psikologis remaja, saya ingin
sedikit menyinggung tentang mahasiswa secara umum sebagai seorang remaja. Pada
fase ini, beberapa mahasiswa menemui krisis dalam pencarian identitasnya. Mengutip
dari komentar Andi Mahifal, ketika
mengisi materi kemahasiswaan dalam OPAK 2014,
“Mahasiswa sekarang itu, tidak totalitas dengan tipe tertentu. Ngakunya aktivis
tapi masih takut nilai jelek, takut orang tua. Katanya akademis tapi tidak total
memahami keilmuannya, katanya lagi hedon tapi takut dimarahi ketika IP-nya dibawah rata-rata.
Ya itu krisis identitas namanya.”
Dinamika
perjalanan hidup mahasiswa selalu diwarnai dengan beragam aktivitas akademik,
diskusi misalanya. Dalam hal ini seringkali seorang mahasiswa merasa bahwa
dirinya paling benar atas pendapat-pendapatnya. Hal ini adalah salah satu ciri
seorang remaja yang berada dalam masa krisisnya. Ia belum mampu menerima nilai
atau model dari orang lain disekitarnya karena identity individuitas-nya masih tinggi. Banyak
hal yang mempengaruhi hal ini, salah satunya tidak ada figur yang kuat yang ia
temukan. Hal ini bisa jadi akibat dari masa sebelumya ia kurang mendapatkan
intensitas kepercayaan terhadap lingkungannya.
Seiring
perkembangannya, individu akan melangkah memasuki tahap remaja akhir. Dalam
masa ini, individu akan mencapai kematangan kognitifnya. Sisi kedewasaan dari
seorang remaja mulai tampak. Dalam periode ini seorang remaja mulai keluar dari
masa krisisnya dan mulai menemukan komitmen dan berfikir orientasi masa
depannya.
Mahasiswa di
tahapan ini, mulai berkonsentrasi dengan rancangan prioritas masa depannya. Ia
mulai membangun jaringan kerja dengan rekan sekitarnya. Namun, ada beberapa
yang belum mampu mencapai kondisi ideal di tahapan ini, ia menjadi sosok yang
antisosial misalnya. Hal ini merupakan akibat dari kegagalannya keluar dari
masa krisis dan mengenal identitas dirinya. Sikap antisosial pada mahasiswa
menunjukkan bahwa ia belum mampu menghayati peran dan tugas mahasiswa sebagai agen
of change, dan agen of control. Untuk meminimalisir hal ini, bergabung
dalam suatu komunitas atau organisasi akan banyak membantu.
Sebaliknya, tak
jarang kita jumpai jenis mahasiswa yang selalu menggembor-gemborkan
aktivitasnya diluar kampus. Bahkan tak jarang ia meninggalkan tugas akademiknya
dan ironisnya menganggap perkuliahan adalah hal yang tidak penting. Jenis ini,
bisa jadi dia telah keluar dari masa krisinya namun belum menemukan sebuah
komitmen. Sehingga ia masih saja sibuk dengan dunia yang ia bangun, namun juga
setengah memikirkan ketuntasannya sebagai mahasiswa, karena ia pun tidak punya
keberanian untuk melepas penuh statusnya sebagai mahasiswa. Alhasil, dua
identitas yang dimilikinya tidak dapat berjalan seimbang dan totalitas.
Dengan mengenali
tugas dan tantangan yang akan kita jumpai dalam perjalanan menuju kedewasaan,
kita harusnya mampu membuat skema untuk meminimalisir dampak dari gagalnya
keluar dari krisis identitas. Tidak ada yang mampu menjadi pribadi yang
sempurna, namun tidak mustahil kita menjadi pribadi yang ideal. Hidup
mahasiswa!