Kamis, 12 Februari 2015

oleh : Nur Indah W
Lahir di Bogor, 21 November 1968, Justina Ayu Utami atau yang lebih dikenal sebagai Ayu Utami merupakan novelis yang identik dengan tema seksualitas. Melalui novel pertamanya, Saman, ia merayakan kebebasan tubuh. Sebenarnya, ada beberapa tawaran untuk membongkar penindasan atas nama jenis kelamin namun Ayu Utami memilih tema seksual sebagai fokus. Pemilihan ini bukan tanpa alasan. Hal ini berdasarkan argumen bahwa seksualitas masih dianggap sangat tabu sehingga tidak banyak yang mau mendiskusikannya dalam forum-forum publik. Lebih dari itu, banyak mitos seksualitas yang mengukuhkan dominasi laki-laki.

Oktober 2014, Ayu Utami menerbitkan karya terbaru berjudul Simple Miracles. Namun, sebelum membahas karya terbaru pendiri Aliansi Jurnalis Independen, tidak salah jika kita menengok kembali beberapa karya sebelumnya. Karya pertamanya berupa dwilogi berjudul Saman dan Larung. Kedua judul ini diambil dari salah tokoh dalam masing-masing karya. Saman merupakan sosok lelaki yang diburu oleh rezim militer. Ia dapat melarikan diri ke New York setelah mendapatkan bantuan dari empat sahabat perempuannya. Sedangkan Larung menjadi sosok misterius yang menemani saman dalam usaha membebaskan beberapa aktivis demokrasi yang juga diincar oleh aparat orde baru. Berlatar akhir 1990-an novel Saman dan Larung berhasil mengantarkan Ayu Utami sebagai penerima penghargaan Internasional Prince Claus Award 2000.

Goresan tinta terus berlanjut. Karya selanjutnya berupa trilogi mengenai arti cinta, kemerdekaan, serta hubungan lelaki-perempuan. Dibuka dengan novel Si Parasit Lajang berisi cercahan pikiran keseharian A. Perempuan yang memutuskan untuk tidak menikah. Cerita berlanjut pada novel Cerita Cinta Enrico, berkisah tentang enrico, seorang lelaki yang tak mau menikah karena tak mau kehilangan kemerdekaan. Ia lahir tepat di hari pemberontakan terbesar pertama dalam sejarah Indonesia dan menjadi bayi gerilya PRRI. Pemberontakan pribadinya berkelindan dengan peristiwa-peristiwa politik. Kedua tokoh ini bertemu dalam Pengakuan Eks Parasit Lajang. Trilogi ini berlatar politik Indonesia dari era Sukarno, Soeharto hingga reformasi.

Produktivitas Ayu Utami memang patut mendapat empat jempol. Selain dari karya di atas, masih ada beberapa novel lagi yang lahir dari tangan dingin salah satu pendiri Komunitas Utan Kayu ini. Sebut saja novel Bilangan Fu, Manjali dan Cakrabirawa (Candi Jawa Timur), Lalita (Candi Borobudur), Maya (Candi Prambanan) serta beberapa lainnya. Dua halaman rasanya tidak akan cukup untuk mengupasnya satu per satu.

Saat ini, Simple Miracles, dengan tawaran tema yang tidak biasa agaknya menarik untuk ditelisik lebih lanjut. Ia menjadi karya terbaru yang terbit di tengah pesta demokrasi 2014. Buku pertama dari seri spiritualisme kritis karya Ayu Utami ini dipersembahkan untuk memperingati 100 hari kematian ibunya. Ia bercerita tentang keajaiban-keajaiban sederhana terkait dengan doa, kematian, dan arwah, serta bagaimana nalar mencoba untuk mencernanya. Proses penalaran diawali dengan beroposisi. Kepercayaan dan peraguan. Iman dan skeptisisme. Dimana umumnya manusia cenderung untuk lebih dahulu percaya atau lebih dahulu tidak percaya sesuatu, baru kemudian ditambahkan alasan.

Mekanisme iman terjadi jika kita percaya meskipun apa yang kita percaya itu tidak kelihatan, tidak bisa dibuktikan tidak juga dapat diprediksi. Berdasarkan argumen ini, Ayu Utami menyerupakan tuhan dengan hantu. Adapun mekanisme skeptis terjadi saat kita menuntut bukti dan ketetapan dari makna yang ditawarkan. Sesuatu hanya dapat dipercaya jika ada bukti material dan obyektif. Contoh: Kita hanya boleh percaya pada penampakan kalau kita bisa melihatnya. Namun tidak cukup satu orang yang melihat, karena bisa jadi itu halusinasi. Penampakan itu harus dapat dilihat beramai-ramai. Atau jika sesuatu bisa diprediksi berdasarkan hukum keteraturan. Contoh: Kepercayaan manusia akan siang dan malam, sebab kita bisa menemukan hukum keteraturan di dalamnya.

Sebenarnya spiritualisme kritis bukan istilah baru, Ayu Utami pernah sedikit menyinggungnya melalui tokoh Parang Jati dalam Bilangan Fu. Namun baru dalam Simple Miracles, Ia mulai benar-benar fokus pada penalaran akan dunia spirit. Ia memaknai spiritualisme kritis sebagai sikap terbuka pada yang spiritual tanpa menghianati nalar kritis.

Ayu Utami menyadari, membuka diri pada dunia spirit dan arwah bukan tanpa resiko. Kemungkinan diombang-ambingkan dan dimanipulasi senantiasa menghantui, sebab seseorang akan berhadapan dengan yang tidak bisa diverifikasi. Oleh karenanya, tidak heran jika sebagaian orang memilih menutup diri. Padahal, menutup diri akan memutus kita dari sumber-sumber tak terduga maupun kreativitas.

Untuk bisa bersikap terbuka sambil mengurangi resiko diperdaya, Ayu Utami menawarkan ramuan sederhana. Ramuan tersebut berisi beberapa pertanyaan kritis. Ia mencontohkan tiga pertanyaan. Pertama, apa reputasi si penyampai informasi atau si medium? Apakah orang atau benda itu punya pola yang bisa dipercaya?

Kedua, apakah konsistensi logis atau kecocokan informasi gaib itu dengan fakta dan data lain? Kalau tidak ada, informasi tersebut dapat langsung dibuang. Kalau pun tampak konsisten, suatu informasi belum tentu benar. Bisa saja hasil dari rekayasa ataupun persekongkolan. Artinya disini kebenaran faktual memang sangat sulit dicapai. Maka, kita diantar pada suatu sikap yang lain. Yaitu pencarian makna ini biasanya tidak bisa diturunkan menjadi dalil-dalil untuk menghakimi.

Pertanyaan bantu ketiga, adakah pihak yang menangguk keuntungan dari suatu informasi gaib? Keuntungan bisa berupa materi maupun sekedar pemenuhan hasrat. Misalnya, hasrat untuk diakui. Selidiki saja seberapa jauh kepentingan orang lain atau kita sendiri memanipulasi informasi spiritual itu. Perlu diingat, ketiga pertanyaan ini hanyalah sebagai alat bantu dalam menemukan pemahaman atas sesuatu yang bersifat gaib. Ketiganya bukanlah standar baku. Kita bisa menambahkan pertanyaan lain yang sekiranya dapat memperkuat ataupun merobohkan bangunan kepercayaan yang ada. Namun, hal yang tidak dapat dibuktikan secara materi bukan berarti salah, hanya saja tidak dapat digunanakan sebagai dasar untuk menghakimi yang lain.

Awalnya saya mengira setelah membawa tema baru, Ayu Utami akan meninggalkan tema ketubuhan. Namun ternyata tidak, saya menemukan penggambaran yang mirip teori psikoanalisis. Ia sedikit menyinggung tahapan oral pada bayi sebagai pertanda awal kepemilikan hasrat seksual pada manusia. Meskipun amat sedikit, namun kolaborasi antara seksualitas dan spiritualisme kritis pasti akan melahirkan komposisi yang unik. Sebagai pembuka, buku pertama seri spiritualisme kritis ini cukup mampu mengundang rasa penasaran, tentu para fans sudah tidak sabar membaca karya selanjutnya. Saya pun turut berdoa, semoga buku kedua segera hadir bersama setumpuk kejutan yang siap memanjakan pembaca. Amin.

*22 : 49, ditemani ibuk yang terkantuk-kantuk*
Posted by Unknown On 16.42 2 comments READ FULL POST

Rabu, 10 Desember 2014



Oleh : Jazilatur Rohmah

Istilah remaja adalah istilah yang tidak lagi asing di telinga kita. Status sebagai seorang remaja adalah fase mutlak dalam periode perkembangan individu. Lalu, pertanyaannya adalah siapakah remaja itu? Bagaimana masa remaja itu? Apa saja tugas remaja itu?

Remaja adalah masa dimana individu mengalami masa transisi dari anak-anak menjadi sosok yang dewasa. Masa ini sering disebutkan sebagai masa sensitif dalam perkembangan kepribadian maupun kognitif individu. Kita disebut sebagai seorang remaja ketika memasuki usia 12 tahun hingga mencapai usia 22 tahun. Dalam rentang usia inilah banyak perubahan yang kita jumpai dalam diri kita, baik secara fisik, kognitif maupun psikososial kita.

Ditinjau dari sisi usia, siapa sajakah penyandang status remaja itu? Jawabannya kita ketahui bersama yaitu pelajar dan mahasiswa sebagai salah satunya. Namun, sebagian besar orang salah persepsi menganggap statusnya sebagai mahasiswa adalah identitas kedewasaannya. Padahal ia masih dalam tahap remaja akhir yang melangkah menuju ke tahap dewasa itu.

Fase remaja menjadi sangat sensitif karena pada masa itu seseorang tidak lagi mau dianggap ataupun diperlakukan seperti anak-anak, namun ia belum juga memenuhi syarat disebut sebagai seorang yang dewasa. Dalam masa ini muncullah naluri pencarian identitas dirinya. Karenanya muncullah idiologi-idiologi yang mulai dipertahankan dalam prinsip hidupnya. 

Krisis identitas adalah bagian dari tugas yang harus diselesaikan oleh remaja dalam perkembangan kepribadiaanya. Karena setelah melewati fase ini ia akan menemukan sebuah komitmen yang akan mengantarnya menjadi dewasa. Namun,tidak semua remaja pernah mengalami krisis ini dalam perkembangannya dan tetap mampu menemukan komitmen atas pilihan-pilihan hidupnya. Dan tak jarang pula individu yang keluar dari masa krisisnya namun tak menemukan sebuah komtmen untuk hidupnya sehingga ia selalu berfigur pada dirinya sendiri saja.

Beralih dari pembahasan tentang psikologis remaja, saya ingin sedikit menyinggung tentang mahasiswa secara umum sebagai seorang remaja. Pada fase ini, beberapa mahasiswa menemui krisis dalam pencarian identitasnya. Mengutip dari komentar Andi Mahifal, ketika mengisi materi kemahasiswaan dalam OPAK 2014, “Mahasiswa sekarang itu, tidak totalitas dengan tipe tertentu. Ngakunya aktivis tapi masih takut nilai jelek, takut orang tua. Katanya akademis tapi tidak total memahami keilmuannya, katanya lagi hedon tapi takut dimarahi ketika IP-nya dibawah rata-rata. Ya itu krisis identitas namanya.”  

Dinamika perjalanan hidup mahasiswa selalu diwarnai dengan beragam aktivitas akademik, diskusi misalanya. Dalam hal ini seringkali seorang mahasiswa merasa bahwa dirinya paling benar atas pendapat-pendapatnya. Hal ini adalah salah satu ciri seorang remaja yang berada dalam masa krisisnya. Ia belum mampu menerima nilai atau model dari orang lain disekitarnya karena identity individuitas-nya masih tinggi. Banyak hal yang mempengaruhi hal ini, salah satunya tidak ada figur yang kuat yang ia temukan. Hal ini bisa jadi akibat dari masa sebelumya ia kurang mendapatkan intensitas kepercayaan terhadap lingkungannya. 

Seiring perkembangannya, individu akan melangkah memasuki tahap remaja akhir. Dalam masa ini, individu akan mencapai kematangan kognitifnya. Sisi kedewasaan dari seorang remaja mulai tampak. Dalam periode ini seorang remaja mulai keluar dari masa krisisnya dan mulai menemukan komitmen dan berfikir orientasi masa depannya. 

Mahasiswa di tahapan ini, mulai berkonsentrasi dengan rancangan prioritas masa depannya. Ia mulai membangun jaringan kerja dengan rekan sekitarnya. Namun, ada beberapa yang belum mampu mencapai kondisi ideal di tahapan ini, ia menjadi sosok yang antisosial misalnya. Hal ini merupakan akibat dari kegagalannya keluar dari masa krisis dan mengenal identitas dirinya. Sikap antisosial pada mahasiswa menunjukkan bahwa ia belum mampu menghayati peran dan tugas mahasiswa sebagai agen of change, dan agen of control. Untuk meminimalisir hal ini, bergabung dalam suatu komunitas atau organisasi akan banyak membantu.

Sebaliknya, tak jarang kita jumpai jenis mahasiswa yang selalu menggembor-gemborkan aktivitasnya diluar kampus. Bahkan tak jarang ia meninggalkan tugas akademiknya dan ironisnya menganggap perkuliahan adalah hal yang tidak penting. Jenis ini, bisa jadi dia telah keluar dari masa krisinya namun belum menemukan sebuah komitmen. Sehingga ia masih saja sibuk dengan dunia yang ia bangun, namun juga setengah memikirkan ketuntasannya sebagai mahasiswa, karena ia pun tidak punya keberanian untuk melepas penuh statusnya sebagai mahasiswa. Alhasil, dua identitas yang dimilikinya tidak dapat berjalan seimbang dan totalitas.  

Dengan mengenali tugas dan tantangan yang akan kita jumpai dalam perjalanan menuju kedewasaan, kita harusnya mampu membuat skema untuk meminimalisir dampak dari gagalnya keluar dari krisis identitas. Tidak ada yang mampu menjadi pribadi yang sempurna, namun tidak mustahil kita menjadi pribadi yang ideal. Hidup mahasiswa!
Posted by Unknown On 22.23 No comments READ FULL POST

Rabu, 03 Desember 2014

Oleh : Arif Riza Azizi

Dalam sejarah peradaban umat manusia, kemajuan suatu bangsa tidak hanya bisa dibangun dengan bermodalkan kekayaan alam yang melimpah maupun pengelolaan tata negara yang mapan, melainkan berawal dari peradaban buku atau penguasaan literasi yang berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun yang terjadi, pentingnya budaya literasi kurang diperhatikan sebagai kegiatan yang penting oleh masyarakat kita maupun pemerintah. Pemerintah disini, dimaksudkan sebagai pihak yang harusnya bisa memacu masyarakat untuk giat dalam kegiatan literasi, atau pihak pemerintah bisa menyelipkan-untuk tidak berkata menerapkan seutuhnya-kegiatan literasi di lingkungan pendidikan formal.

Secara sederhana, literasia atau literer istilah lain dari melek huruf secara fungsional adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berhitung, dan berbicara serta kemampuan mengidentifikasi, mengurai dan memahami suatu masalah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka, yang dimaksudkan dengan literer adalah (sesuatu yang) berhubungan dengan tulis-menulis. Dalam konteks kekinian, literasi atau literer memiliki definisi dan makna yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar.

Dalam paradigma berpikir modern, literasi juga bisa diartikan sebagai kemampuan nalar manusia untuk mengartikulasikan segala fenomena sosial dengan huruf dan tulisan. Bahkan menurut Kirsch dan Jungeblut (1993) dalam bukunya Literacy: Profiles of America’s Young Adults, literasi kontemporer merupakan kemampuan seseorang dalam memanfaatkan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas.

Di sisi lain, Besnier (dikutip dalam Duranti, 2001) dalam Key Concepts in Language and Culture, literasi adalah komunikasi melalui inskripsi yang terbaca secara visual, bukan melalui saluran pendengaran dan isyarat. Inskripsi visual di sini termasuk di dalamnya adalah bahasa tulisan yang dimediasi dengan alphabet atau aksara.

Menurut hemat penulis, kegiatan literasi dapat diartikan sebagai kegiatan membaca, membaca hal yang tekstual dan kontekstual, lalu menuliskannya sebagai sebuah kegiatan pendokumentasian. Jadi, dua aspek penting literasi adalah membaca dan menulis. Orang yang banyak menulis adalah mereka yang juga banyak membaca. Karena keduanya sangat berkaitan erat satu sama lain. Kita bisa mengaca pada apa yang dilakukan oleh pendahulu kita. Perlu diketahui, sosok Soekarno, Hatta, Tan Malaka, mereka rajin menulis dan membaca. Tulisan mereka menjadi sebuah dokumentasi dari perjalanan sejarah Indonesia, meski disisi lain ada maksud dari mereka untuk mendokumentasikan perjalanan sejarah keindividuaannya. Itulah cara mereka mengabadikan kisahnya menjadi monument sejarah yang terus bisa dikenang oleh kita.

Jika kita amati sekarang, pendidikan kita mandeg perkembangannya, khususnya dalam hal kesadaran pelajar akan pentingnya membaca. Pelajar kita seringnya membaca untuk mendapat nilai. Mereka belum menyadari arti penting membaca, yakni membaca itu sendiri. Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan pembelajaran, bukan pendidikan berliterasi. Disini tidak ada tuntutan bahwasanya, pendidikan diarahkan kepada pendidikan literasi. Tapi, disini pendidikan literasi bisa menjadi alternatif yang bisa memecah kebekuan pelajar kita yang semangat membacanya masih minim.

 Literasi juga harus disadari bukan saja kegiatan yang tercakup dalam dunia pendidikan formal. Siapapun kita? Dimanapun kita berada? Tua-muda, besar-kecil,anak-anak atau dewasa, siapapun kita bisa melaksanakan kegiatan literasi. Dan kita harus menyadari pentingnya berliterasi, itulah yang perlu ditekankan. Literasi harus kita giatkan sebagai elemen penting pengisi rutinitas sehari-hari. Kita harus bisa “Mengejawantahkan Semangat Literasi Pemuda sebagai Rutinitas Sehari-hari”, secara berkelanjutan. Memang selalu sulit untuk melaksanakannya, tapi, kesulitan itu akan terurai dengan kesungguhan dan pembiasaan yang terus menerus. Mari Berliterasi!


Posted by Unknown On 17.41 No comments READ FULL POST

Kamis, 27 Februari 2014

Oleh : Arif Riza Azizi

Definisi Supersemar
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah.Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Latar Belakang Supersemar
1.      Pengaruh dari luar negeri
        Setidaknya,setahu saya, ada dua konteks yang menyebabkan lahirnya Supersemar. Yang pertama  adalah pengaruh dari perang dingin antara AS dengan Uni Soviet. Berkaitan dengan Indonesia, waktu itu Amerika amat khawatir melihat negeri ini yang diras semakin condong ke kiri dan dengan demikian semakin mengancam kepentingan AS beserta sekutunya.Tempat kedudukan sebagai partai pemenang terbesar ke empat pada pemilu 1955 membuat kekhawatiran itu semakin nyata.Melihat dinamika seperti itu Amerika berupaya memengaruhi Indonesia agar menghentikan orientasi kiri-nya dan agar membelok kea rah yang sesuai dengan kepentingan barat.
Yang ke dua, konfrontasi Soekarno terhadap Malaysia yang menyuarakan untuk meng-ganyang Malaysia, kurang lebih cukup memengaruhi.Konfrontasi ini sebagai perwujudan marah Soekarno terhadap pihak Malaysia yang telah melecehkan Indonesia dengan merobek-robek foto Soekarno dan menginjak-injak lambang garuda pancasila.

2.      Tragedi ’65 sebagai konteks domestik Supersemar
        Mirip dengan kekhawatiran Amerika, di dalam negeri  pun kekhawatiran akibat makin berkembangnya PKI juga melanda sejumlah kalangan.PKI yang setelah peistiwa Madiun 1948 ditumpas, pada awal tahun 1950-an sudah bisa mulai bangkit. Sementara itu, Bung Karno dengan konsep NASAKOM(Nasionalisme, Agama dan Komunisme)-nya tampak makin dekat dengan PKI. Bung Karno tidak hanya akan membawa Indonesia kea rah yang ditentukan PKI, melainkan juga tunduk di bawah kepentingan komunis Internasional. Apa yang terjadi pada dinihari 1 Oktober 1965 menjadi penghubung makin cepatnya perubahan dinamika politik di Indonesia. ketika pada hari itu, enam orang jenderal dan seorang perwira tinggi AD tewas akibat operasi militer yang dilakukan oleh pihak yang dinamai G30 S. dan pihak AD langsung melemparkan tuduhan bahwa PKI-lah yang secara penuh bertanggung jawab atas peristiwa berdaraj itu.


Tujuan Dibuatnya Supersemar
     Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan SP 11 Maret kepada Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto.Surat perintah itu memberi wewenang untuk “mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban”.Penyerahan kuasa yang sifatnya eksekutif itu dilakukan di tengah situasi ekonomi dan politik yang tidak menentu. Para Mahasiswa yang berdemo menuntut tritura(tiga tuntutan rakyat,)yang secara tidak langsung juga dimanfaatkan oleh pihak militer untuk memojokkan posisi Soekarno. Atau bisa dibilang mereka mahasiswa dikondisikan sedemikian rupa oleh pihak militer untuk  melawan segala kebijakan Sekarno, mengkudeta Soekarno.

Kontroversi-kontroversi Supersemar          
·     Mana Supersemar yang asli masih merupakan tanda Tanya.
·     Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.
·     Kejanggalan status hokum Supersemar yang sempat dijadikan sebagai Tap MPRS.
·     Kendaraan yang ditumpangi oleh ketiga jenderal yang membawa SP.
·     Dll…
Kronologi Supersemar
Lahirnya Supersemar didahului oleh banjir darah sekitar setengah juta rakyat Indonesia yang tewas ditangan sesama warga Indonesia. Dimulai dari tragedi lubang buaya, Pembunuhan kejam terhadap enam jenderal AD oleh G30 S. kemudian Soeharto membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk mengimbangi G-30-S yang berkecamuk pada 1 Oktober 1965.Dua hari kemudian, tepatnya 3 Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib.Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI.Soehato juga dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat pada 14 Oktober 1965, ia segera membubarkan PKI dan ormas-ormasnya.
Tragedi di lubang buaya, dijadikan kambing hitam untuk menyalahkan PKI sebagai dalang dibalik terjadinya insiden tersebut. Akhirnya terjadilah pembantaian massal yang berlangsung antara  pekan ketiga bulan oktober hingga bulan Desember ’65yang dipimpin oleh Resimen Para Komando Angkatan Darat(RPKAD). Berbagai kekuatan sipil dan militer saling menopang untuk menghabisi hidup sekian banyak orang, dari komunis dan simpatisannya tanpa ada proses pengadilan.
Tanggal 31 Desember 1965, pasukan RPKAD kembali ke Jakarta dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Kembalinya mereka ke Jakarta karena ada isu terjadinya kerusuhan besar yang akan terjadi di ibukota.
Tanggal 15 januari, terjadi demonstrasi di istana Bogor saat dilangsungkan rapat kabinet yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno.Demonstrasi berlangsung selama tiga hari, diikuti oleh demonstran yang datang dari berbagai daerah.Dalam demonstrasi ini, terjadi kerusuhan antara demonstran dengan Cakrabirawa yang enewaskan seorang mhasiswa bernama Arif Rahman. Tetapi, secara tiba-tiba muncul Soeharto di tengah kerumunan massa, datang untuk melerai kedua kubu, dan demonstrasi akhirnya dapat dibubarkan.
Tanggal 1 Februari, Mayor Jenderal Soeharto naik pangkat militernya dari Mayor Jenderal menjadi Letnan Jenderal guna mengimbangi jabatannya sebagai Menteri/Panglima AD. Sementara itu pada tanggal 13 Februari dimulailah siding Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub), untuk mengadili mereka yang dituduh  terlibat pada G30 S. pada tanggal 21 Februari, Presiden Soekarno mengumumkan reshuffle cabinet Dwikora dan menggantikannya dengan cabinet Dwikora yang disempurnakan. Jabatan Jenderal Nasution dicopot dari jabatan Menko Pertahanan dan digantikan oleh Letjen Sarbini.
Pada bulan Maret 1966 tampaknya ketegangan antara Bung Karno dengan kubu Soeharto makin tak terhindarkan.Pada tanggal 6 Maret, Soeharto menyampaikan warning kepada Bung Karno bahwa ada ketidakpuasan di kalangan perwira ABRI. Kemudian dibalas oleh Bung Karno 2 hari kemuadian dengan surat yang mengatakan bahwa dia masih Presiden RI.
Malam sebelum supersemar dibuat, tertanggal 10 Maret, kira-kira jam 23.00 ada kesaksian samg menteri yang melihat Brigjen Sabur mengojok-ojoki Bung Karno untuk meninggalkan Istana menuju ke Bogor. Hal itu terjadi karena isu yang mengatakan adanya pasukan RPKAD yang mengepung Istana.
Tanggal 11 Maret rombongan Soekarno tiba kembali di Istana pukul 09.00 dari Bogor guna melangsungkan sidang kabinet.Sejak pagi hari juga, ribuan mahasiswa sudah turun ke jalan bergerak menuju Istana Merdeka.Saat siding berjalan, kemudian Brigjen M. Sabur menyampaikan nota kepada Bung Karno, memberitahukan ada pasukan tak dikenal mengepung Istana. Bung Karno kelihatan gugup sehingga pimpinan siding diserahkan ke Waperdam II Leimena, kemudian bersama dengan Dr. Soebandrio bergegas meninggalkan istana menaiki helicopter menuju ke Bogor.
Setelah siding cabinet dibubarkan, Brigjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amirmahmud sepakat untuk mendatangi Letjen Soeharto, melaporkan keadaan tentang apa yang terjadi di istana Negara, khususnya tentang kepergian Presiden Soekarno ke Istana Bogor. Setibanya mereka di kediaman Soeharto, mereka kemudian diinstruksikan menyusul Soekarno ke Bogor, untuk meminta surat pelimpahan yang nantinya lebih dikenal sebagai Supersemar. Setibanya mereka di Bogor, mereka harus menunggu sampai pukul 14.30 untuk menemui Bung Karno.Singkat cerita, mereka mendapatkan SP itu pada pukul 20.55 yang sudah ditandatangani oleh Bung Karno.
Berbekal naskah Supersemar tersebut, ketiga Brigradir Jenderal kembali ke Jakarta untuk menyerahkannya kepada Soeharto yang memang telah menunggu-nunggu di Markas Kostrad. Keesokan harinya, jam 06.00 surat itu diumumkan dan isinya adalah secara resmi PKI dibubarkan.Pada hari yang sama, Presiden Soekarno memimpin rapat ABRI di istana Negara, membacakan isi SP 11 Maret yang baru saja ia tandatangani dan diserahkan kepada Men/Pangad Letjen Soeharto. Empat hari kemudian, tanggal 16 Maret Bung Karno berusaha menerangkan isi Supersemar sambil menekankan bahwa dirinya masih berkuasa penuh.Tetapi pada tanggal 18 Maret, secara sepihak Soeharto mengambil keputusan mengamankan 15 orang menteri kabinet Dwikora yang disempurnakan.Mengenai status hukum SP 11 Maret yang hanya bersifat eksekutif, memunculkan rasa khawatir di pihak Soeharto akan dicabutnya SP 11 Maret. Akhirnya pada tanggal 20 Juni sampai 6 Juli, digelarlah siding umum MPRS IV di Istora Senayan dengan agenda pengukuhan Supersemar menjadi ketetapan MPRS.
Pada tanggal 7-12 Maret 1967, berlangsung Sidang Istimewa MPRS.Sidang itu kemudian mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/ 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.Ketetapan MPRS itu memutuskan untuk mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno, berlaku surut mulai 22 Februari 1967, dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Supersemar dan Dampaknya
A.     Dampak Luar Negeri
      Dengan adanya Supersemar dan naiknya kubu Soeharto, orientasi politik luar negeri menjadi menjadi berbelok  arah. Amerika yang dulunya menjadi musuh Bung Karno kini berubah menjadi sahabat pemerintahan pasca Bung Karno.persahabatan juga dibina dengan sejumlah Negara kapitalis lainnya. Sementara itu konfrontasi Malaysia dihentikan .dan pada saat yang sama hutang luar negeri yang pada zaman Bung Karno masih relative terbatas, sejak naiknya Soeharto hutang itu menjadi semakin membengkak. Indonesia yang sebelumnya menyatakan keluar dari organisasi internasional(termasuk PBB), akhirnya bergabung kembali dengan organisasi-organisasi itu. Selanjutnya, adalah menjamurnya investor asing, yang secara langsung diundang oleh Soeharto untuk menanam modal di Indonesia.

B.     Dampak Dalam Negeri
Buku Supersemar
Yang lebih pokok  untuk kita cermati tentu saja dampak Supersemar terhadap situasi dalam negeri sendiri. Berkat adanya Supersemar itu, kalangan militer di bawah pimpinan Jenderal Soeharto, nyaris bisa melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Termasuk di sini adalah pembubaran PKI yang sebenarnya adalah wewenang presiden.Penangkapn menteri-menteri, rekayasa keanggotaan MPRS, penetapan Supersemar sebagai ketetapan (TAP) MPRS. Tak kalah penting juga, berkat Supersemar TAP MPRS juga mencabut status Bung Karno sebagai presiden seumur hidup, menolak pidato pertanggung jawaban Presiden Soekarno (nawaksara) berikut perbaikannya, dan akhirnya memberhentikan Soekarno sebagai presiden dan menggangkat Jenderal Soeharto menjadi presiden Indonesia.
Siapa Yang Diuntungkan?

Posted by Unknown On 04.17 No comments READ FULL POST

Selasa, 14 Mei 2013



Oleh: dewi khoirul mala

Suara gemuruh ombak besar
Yang menghantam keras batu-batuan
Teman-kawan serta para nelayan
Juga terhantam ombak-ombak itu
Aku duduk di atas batu besar
Seakan aku taka da guna
Namun banyak sekali bisikan
Bisikan hati yang membuat diri ini
Membahana dan menggetarkan jiwa
Untuk menggoreskan tintaa emas di atas kertas
Posted by Unknown On 02.50 No comments READ FULL POST


Oleh: Syaiful

Kerasnya batu tak terpikirkan olehku
Lembutnya pasir tak terbayangkan olehku
Mencoba menjalani semua ini
Datang dan kembali
Alunan-alunan nada yang membuat diriku terbuai
Ombak yang saling menyapa
Tak membuatnya untuk berhenti

Berjalan dan terus berjalan
Setapak demi setapak
Sampai dia di atas batu dlodo
Lama..
Duduk, berdiri, dan menanti
Berusaha dan mencoba

Menelan haus dan lapar
Dini kian menanti
Baying-bayang selimut
Terucap kata-kata sayang
Posted by Unknown On 02.50 No comments READ FULL POST


Oleh: Dian Meiningtias

Ku dengar merdu denguran ombak
Saling bersahut memadu syair
Gelombang pasang berlarian
Menyentuh lembut hamparan pipi

Karang masih bersipu malu
Lamunan indahnya enggan sirna
Menanti kawan bermain waktu
Mengukir alur penuh asa

Ombak berkejaran salam menyapa
Hantaman cantik sekilas berjabat
Meraba keras tebing nan kokoh
Terkikis halus karang nan tegar

Pasir putih seraya bercerita
Fajar dan senja berlalu tersenyum
Cerita mereka tak kenal masa
Mengukir dongeng tanpa pena
Posted by Unknown On 02.48 No comments READ FULL POST


Oleh: Dian Mieningtias

Pasir-pasir kecil berjajar rapi
Indah nan permai menyentuh hati
Sayup-sayup indah sapaan sang ombak
Terbentur keras lamunan karang

Langkah anggun petani pantai
Mengayunkan kaki menyusuri asa
Harapan agung penuh arti
Menghantarkan mimpi hingga terbang
Menyusuri lautan hindia hingga Australia

Daun-daun cantik jatuh berlari
Menghiasi asrinya pesona pantai
Seolah sirna tersapu gelombang
Menghantar daun ke negeri seberang
Posted by Unknown On 02.48 No comments READ FULL POST

Facebook

    Jumlah Pengunjung

    Text