Minggu, 21 April 2013


perempuanmu, bukanlah perempuan yang haus akan eksistensi dan pengakuan kesetaraan diatas lelaki.
perempuanmu, masih sama.
perempuan yang masih menjunjung tinggi kodrat akan keperempuanannya.
hanya saja, kau mungkin seringkali lupa
perempuanmu ini kau anggap budak dari nafsu birahi, kau anggap antek-antek pengepul dapur.
padahal dari rahimnya tempatmu lahir.
perempuanmu, bukanlah perempuan yang suka menyungging bedak tebal perona pipi, bukan pula yang suka berlenggak lenggok bertelanjang dada
perempuanmu ini lebih suka kau ajak berlari, dan menyulutkan terang dalam kegelapan. yang orang sering menamainya pendidikan. setara

***

21 April adalah harinya perempuan, kenapa? karena di tanggal ini kita para perempuan akan diingatkan pada perjuangan seorang perempuan hebat penyusung buku Habis Gelap Terbitlah Terang, siapa lagi kalau bukan R.A Kartini. berkat jasa-jasa perjuangannya lah para perempuan negri ini bisa mengeyam manisnya bangku pendidikan. keinginan R.A Kartini untuk menjadikan peran wanita setara dengan laki-laki tidak lain bukan karena para perempuan itu ingin sama kesetaraannya "lebih" diatas laki-laki. lebih dari itu Kartini hanya ingin menuntut hak yang sama atas perempuan, agar perempuan pada zaman itu keluar dari penderitaannya, tidak disepelekan oleh kaum laki-laki, agar perempuan juga bisa lepas dari “ketidakbebasan” yang mengurungnya. Sesungguhnya kebebasan yang Kartini perjuangan adalah kebebasan agar perempuan bebas menuntut ilmu dan belajar, serta dihormati hak-haknya. bukan bebas dalam artian lain.


Mungkin kalian sering mendengar cerita ini beribu-ribu kali sewaktu masih duduk di sekolah dasar, bawasanya terlalu cintanya R.A Kartini pada dunia pendidikan perempuan, ia mengumpulkan beberapa teman, kerabat, tentangga seperempuanannya untuk berlajar baca tulis yang sempat ia pelajari saat masih sekolah di ELS (Europese Lagere School). namun kecintaannya tak berhenti disitu, selain mengajar beliau ingin melanjutkan wawasannya dalam dunia baca tulis. lewat perantara surat yang beliau kirimkan ke Mr.J.H Abendanon, yang mana berisikan permohonan beasiswa study di belanda. beliau ingin menjadi wanita yang berwawasan dan berintelektual diatas tradisi dan tekanan pada masa itu. Namun belum sempat ia mengecup manis permohonan besarnya yang terkabul itu, di usia 24 tahun kartini di tuntut untuk menikah dengan salah seorang Adipati Rembang. bernama K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.  Namun nyatanya, hal tersebut tidak sama sekali mematahkan kegigihan dan kecintaannya pada pendidikan khususnya perempuan. dari kebebasan yang diberikan oleh suaminya pasca menikah R.A Kartini mendirikan sebuah sekolah khusus wanita di area kantor bupati tempat suaminya bekerja. Ya dia tidak membuang mimpinya untuk hal yang sia-sia.



Bahkan, berkat tulisan-tulisannya dengan beberapa temannya semasa bersekolah yang kemudian kembali ke Belanda, terbitlah sebuah buku Door Duisternis Tot Licht (Dari Kegelapan Menuju Cahaya) yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Di Belanda sendiri Kartini cukup terkenal sebagai pejuang hak-hak perempuan. Bahkan 4 kota di Belanda, termasuk Amsterdam menggunakan namanya sebagai nama jalan. Kita seharusnya bangga akan hal tersebut. 



siapkah kita menjadi R.A Kartini selanjutnya? namun menjadi kartini ,bukan berarti dengan memakai kebaya ke sekolah, ke kampus, atau ke kantor. Tapi dengan memperjuangkan hak-hak perempuan. namun bukan berati hak-hak disini diartikan sebagai hak yang membuat seorang perempuan bersifat keras dan berani didepan laki-laki (suami), bukan perempuan yang menolak untuk mendengarkan nasihat-nasihat orang lain terutama lelaki. 



seorang perempuan juga harus paham bahwa perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Kualitas ibu menentukan juga kualitas anak dan mereka adalah generasi penerus bangsa ini. Ada ungkapan visioner generasi hari ini, menentukan nasib bangsanya di masa depan.  Sekarang masing-masing kepala dari kita mulai memaknai emansipasi perempuan itu. Dari kutipan salah satu surat Kartini :

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI-SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”  (Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902)

Jelas perjuangan Kartini bukan untuk menyetarakan gender, justru karena paham akan peran dan tanggungjawabnya yang utama sebagai perempuan maka dibutuhkan kapasitas yang sesuai. Ibu sebagai pendidik pertama untuk anak-anaknya akan lebih berkualitas jika berpendidikan juga. Layaknya teko, ia dapat mengalirkan air yang segar jika diisi dengan air segar juga.


21 April 2013. 134 tahun sudah berlalu sejak hari pertama ia dilahirkan ke dunia. Berjuanglah untuk mencapai terang yang diinginkan, perempuan-perempuan Indonesia. Semoga kita bisa menjadi perempuan-perempuan yang bisa mendapatkan kebahagiaannya masing-masing dan tidak menjadi generasi yang cengeng yang dapat mempermalukan dirinya sendiri.
Penulis : Laily Nur
Posted by Unknown On 08.31 No comments

0 komentar :

Posting Komentar

Facebook

    Jumlah Pengunjung

    Text